Kamis, 11 April 2013

Go Home With Him



teett . . teeett . . teeeett . . . genta pergantian shift berdentang.
Seorang gadis manis bergegas mengemasi perlengkapan tempurnya ke dalam tas di sebuah ruang loker, tanda perang hari itu telah usai. Eits, ini bukan gencatan senjata loh, hanya rutinitas seorang peon sebuah industri manufaktur ternama di wilayahnya. Sudah hampir dua tahun Tiana bertarung di sana, semua terlihat abu-abu baginya.

Usai berkemas, ia melangkah lincah mendekati pos absensi kepulangan.
“pulang Yah!”, sapanya kepada seorang security di dekat pos, Tiana mengenalnya sejak kecil. Tidak bisa tidak, Pak Milno ialah sahabat karib sang Ayah yang juga bekerja di sana sebagai seorang electrician. Kedekatan mereka membuat satu sama lain menganggap hubungannya selayak Ayah dan anak sendiri.
“sama Bapak?”, tanya Pak Milno singkat, “engga ko, sendiri aja”, sahutnya
“bareng Andra aja, dia masuk udah seminggu di sini. Duduk dulu, sebentar lagi juga ke luar”, tawan Pak Milno. Tiana pun manut, hingga datang tersangka tak lama setelahnya,
“pulang duluan ya Pak” terdengar lugas sambil mencium tangan bos besar, Pak Milno, sang Ayah.
“iya, ini si Tiana biar bareng pulangnya”, perintah si bos pada Andra. “ohh, ayo!” ajaknya.

Walau akrab dengan Pak Milno, tapi Tiana belum mengenal anak-anaknya. Ini kali kedua Tiana bertemu Andra. Sebelumnya Andra pernah mengantar Ibunya ke rumah Tiana untuk belajar meronce pernak-pernik dari Ibu Tiana, namun keduanya acuh.

Tiana dan Andra pun berlalu. Rumah keduanya memang searah, selepas itu intensitas berangkat dan pulang bersama tak terelakan lagi. Ya dari sinilah takdir pertama dimulai. Bermula dari usul Pak Milno yang sudah pasti digerakan oleh Tuhan.

Kebersamaan Tiana dan Andra mulai berwarna. Disadari atau tidak, hati keduanya telah memerahmuda beriringan dengan pergantian siang dan malam. Bagaimana tidak? Tujuh hari seminggu, mereka terpisah jarak hanya selama 9 jam di penghujung harinya, selebihnya berada dan beraktifitas di tempat, jalan, dan waktu yang sama.

Meski Andra sangat jengkel dengan aroma merah muda,
namun ia tetap tak dapat mangkir bahwa merah muda itu ada,
manisnya terasa, indah, dan nyata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar